Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh at-Tamimi (Arab: محمد بن إبراهيم آل الشيخ) adalah mufti kerajaan Arab Saudi. Lahir pada tahun 1311 H/1893 M di Riyadh, Arab Saudi. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh adalah seorang ulama yang sangat ahli dalam bidang ilmu tafsir dan hadits, sehingga banyak dijadikan rujukan ilmiah dan diambil ilmunya oleh ulama-ulama dizamannya. Syaikh Muhammad bin Ibrahim juga termasuk orang yang sangat berpengaruh di kerajaan Arab Saudi. Dia wafat pada tahun 1389 H/1969 M dan dimakamkan di Riyadh, Arab Saudi.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh lahir dan tumbuh di kota Riyadh, lingkungannya penuh dengan ahli ilmu (ulama) yang tersebar. Ayahnya adalah Qadhi (hakim) kota Riyadh pada masa itu dan paman-pamannya adalah ulama. Pada umur 7 tahun, dia belajar tajwid Al-Qur'an dibawah bimbingan Syaikh Abdurrahman bin Mufairij. Kemudian dia berhasil menghafal Al-Qur'an pada usia 11 tahun. Setelah hafal Al-Qur'an, dia belajar kepada ayahnya tentang ringkasan-ringkasan dan risalah-risalah para imam dakwah tauhid. Dia hafalkan matannya lebih dulu kemudian dia setorkan hafalan tersebut kepada ayahnya. Setelah hafal di luar kepala, ayahnya memberikan syarah (penjelasan) matan tersebut kepada dia.
Ketika berusia 16 tahun, dia mengalami sakit pada kedua matanya selama setahun yang kemudian menyebabkan dia kehilangan penglihatan hingga akhir hayatnya. Pada tahun 1329 H, ayahnya meninggal dunia pada usia 49 tahun. Maka dia pun melanjutkan belajarnya kepada para ulama di negerinya. Dia belajar kepada setiap gurunya dalam bidang ilmu yang gurunya menonjol pada bidang tersebut sehingga dia menonjol pula dalam setiap bidang ilmu yang dia pelajari. Dalam bidang tauhid, tergolong kuat dalam tahqiq. Dalam bidang fiqih, dia kokoh dalam ijtihad. Dalam bidang bahasa dan sastra Arab, dia cukup menguasainya. Demikian pula dalam bidang ilmu lainnya.
Dia belajar kepada ayahnya Ushul Tauhid dan Mukhtasharnya. Demikian juga ilmu Faraidh yang kemudian dia perdalam pada Syaikh Abdullah bin Rasyid yang dia belajar kepadanya tentang ilmu Altiyah Faraidh. Dia belajar kepada pamannya, yaitu Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif, banyak sekali kitab yang dia hafal sebagiannya, seperti Kitabut Tauhid, Kasyfu Syubuhat, Tsalatsatul Ushul, Aqidah Wasithiyah dan Aqidah Hamawiyah, dan yang lainnya. Dalam bidang fiqih dia menghafal matan Zadul Mustaqni' di bawah bimbingan Syaikh Hamd bin Faris. Dalam bidang hadits, dia menghafal kitab Bulughul Maram dan separuh kitab Muntaqal Akhbar di bawah bimbingan pamannya, Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif. Dia juga belajar Alfiyah alIraqi kepada seorang al-Musnid (ahli sanad), yaitu Syaikh Sa'd bin Atiq yang memberikan kepada dia ijazah-ijazah hadits yang beraneka ragam. Dia juga meriwayatkan banyak sekali sanad-sanad hadits dari Rasulullah. Dalam bidang bahasa dan sastra Arab, dia mempelajari dan menghafal al-Ajurumiyah, Mulhatul I'rab, Qothrun Nada, dan Alfiyah Ibnu Malik kepada Syaikh Hamd bin Faris.
Ketika Syaikh Muhammad bin Ibrahim berusia 28 tahun, pamannya yaitu Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif wafat. Menjelang wafat, pamannya berwasiat kepada Raja Abdul Aziz, raja Arab Saudi waktu itu, agar menjadikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebagai penggantinya sebagai imam di Masjid Besar Riyadh. Maka Raja Abdul Aziz pun kemudian mengangkat Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebagai imam Masjid Besar (yang sekarang masjid itu bernama Masjid Muhammad bin Ibrahim).
Mulailah Syaikh Muhammad bin Ibrahim membuka majelismajelis belajarnya di masjid tersebut. Semakin hari majelismajelisnya semakin kuat dan mengarah. Sehingga mencapai puncak kematangannya pada tahun 1350-1370 H, majelisnya sangat menonjol dengan kekuatan ilmiahnya dan dia pertahankan berdirinya majelis-majelis itu hingga akhir hayatnya. Syaikh Muhammad bin Abdurrahman bin Qasim, salah seorang murid dia, menyifati majelis dia dengan mengatakan, "Dia (Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh) memiliki tiga majelis yang tersusun dengan sistematis, Pertama: Setelah salat Fajar hingga terbit matahari. Kedua: Setelah matahari meninggi hingga 2-4 jam berikutnya. Ketiga: Setelah salat Ashar. Dan ada majelis keempat tetapi tidak rutin, yaitu setelah Zhuhur. Sesudah salat Maghrib dia meluangkan waktu untuk muraja’ah kitab-kitab yang hendak diajarkan besoknya sesudah Fajar. Adapun kitab-kitab yang dia ajarkan dalam majelis-majelisnya antara lain:
Sesudah Fajar: Alfiyah Ibnu Malik dengan Syarah Ibnu Aqil, Zadul Mustaqni dengan syarhnya Raudhul Murbi', Bulughul Maram, al-Ajrumiyah, Mulhatul I’rab, Qathrun Nada, Ushulul Ahkam, Hamawiyah, Tadmuriyah, dan Nukhbatul Fikr.
Sesudah terbit matahari, dia mengajarkan dalam bidang aqidah: Kitabut Tauhid, Kasyfu Syubuhat, Tsalatsatul Ushul, Aqidah Wasithiyah, Masa’ilul Jahiliyah, Lum’atul I’tiqad, dan Ushulul Iman. Dalam bidang hadits: Arba'in Nawawiyah dan Umdatul Ahkam. Dalam bidang fiqih: Adabul Masyi ila Salat.
Setelah selesai dari kitab-kitab yang ringkas di atas, dia melanjutkan dengan kitab-kitab yang luas pembahasannya, seperti: Fathul Majid, Syarah Thahawiyah, Syarah Arba'in an-Nawawiyah, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Empat, tulisan-tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, serta kitab-kitab ulama lainnya.
Sesudah salat Zhuhur, dia mengajarkan Zadul Mustaqni beserta syarahnya dan Bulughul Maram.
Sesudah salat Ashar, dia mengajarkan Kitabut Tauhid dan syarahnya. Kadang-kadang dia membaca Musnad Ahmad atau Mushannat Ibnu Abi Syaibah atau Al-Jawab ash-Shahih liman Baddala Dienal Masih, demikian ungkap Syaikh Muhammad bin Abdurrahman bin Qasim.
Syaikh Muhammad bin Qasim melanjutkan, "Syaikh Muhammad bin Ibrahim sangat menghendaki para murid rutin menghafal matan-matan dengan sungguh-sungguh, tidak setengah-setengah. Tidak boleh seorang murid berpindah dari matan satu ke matan berikutnya kecuali setelah betul-betul menghafal dan memahami matan yang awal. Karena itulah seorang murid yang sungguh-sungguh, pasti baru bisa lulus setelah menempuh waktu selama 7 tahun belajar."