Abdullah bin Rawahah (wafat 629) (Arab:عبدالله ابن رواحة) adalah salah satu dari sahabat Nabi Muhammad. Abdullah bin Rawahah berasal dari Bani Kharaj. Ia mahir dalam membuat puisi indah yang menggambarkan Islam. Ia adalah salah satu dari duabelas orang pertama yang menyatakan keislaman dari kalangan Anshar sebelum terjadinya Hijrah (Bai'at Aqabah Pertama).
Ia juga mengikuti Bai'at Aqabah Kedua bersama dengan 73 orang lainnya. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Dalam Pertempuran Mu'tah, ia menjadi panglima perang dalam pertempuran, apabila Zaid bin Haritsah atau Ja'far bin Abi Thalib tewas sebagai panglima perang Pertempuran Mu'tah sebagai panglima perang pertama dan panglima perang kedua. Ia panglima perang ketiga yang tewas dalam pertempuran Mu'tah, kemudian tempatnya sebagai panglima perang digantikan oleh Khalid bin Walid atas persetujuan seluruh anggota pasukan dalam pertempuran Mu'tah.
Waktu itu Rasulullah SAW sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Makkah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan sembunyi-sembinyi dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari 12 orang utusan suku atau kelompok yang kemudian di kenal dengan nama Kaum Anshar (Penolong Rasul SAW). Mereka sedang di baiat Rasul SAW (diambil janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan nama baiah Al-Aqabah Al-Ula (Aqabah yang pertama). Merekalah pembawa dan penyiar Islam yang pertama ke kota Madinah, dan baiat mereka inilah yang membuka jalan bagi Hijrah Nabi SAW beserta pengikut beliau, yang pada akhirnya kemudian, membawa kemajuan pesat bagi Agama Allah SWT yaitu Islam. Maka salah seorang utusan yang di baiat Nabi SAW itu, adalah Abdullah bin Rawahah.
Dan pada tahun berikutnya Rasul SAW membaiat lagi 73 orang Anshar dari penduduk Madinah pada baiat Aqabah ke-2, maka tokoh Ibnu Rawahah ini pun termasuk salah seorang utusan yang di baiat itu. Kemudian setelah Rasulullah SAW beserta para sahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana, maka Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan kegiatannya dalam membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada mengawasi sepak terjang dan tiu muslihat Abdullah bin Ubay (Pemimpin golongan munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi raja sebelum Islam hijrah kesana, dan yang tak putus-putusnya berusaha menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagallah usahanya, dan maksud jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.
Ibnu Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka dengan kepandaian baca tulis. Ia juga seorang penyair yang lancar, yang untaian syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah di dengar. Semenjak ia memeluk Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaan Islam...Dan Rasulullah SAW sangat menikmati dan menyukai syair-syairnya dan seringkali beliau meminta Abdullah bin Rawahah ini agar lebih tekun lagi membuat syair-syair.
Penyair Rawahah yang produktif ini amat berduka sewaktu turun ayat Al-Qur'anul Karim : "Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat," (QS. 26 Asy-Syu'ara : 224). Tetapi kedukaannya jadi terlipur waktu turun ayat lainnya : "Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka di aniaya." (QS. 26 Asy-Syu'ara : 227). Dan sewaktu Islam terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri, tampillah Abdullah Ibnu Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qasidahnya menjadi slogan perjuangan : "Wahai diri! Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati juga!"
Ia juga menyorakkan teriakan perang : "Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir dari jalannya. Menyingkir kamu, setiap kebaikan akan ditemui pada Rasul-Nya." Dan datanglah waktunya perang Muktah...Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang ke-3 dalam pasukan Islam, sebagaimana diceritakan dalam riwayat Zaid dan Ja'far. Ibnu Rawahah berdiri dalam keadaan siap bersama pasukan Islam yang akan berangkat meninggalkan kota Madinah...Ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya : "Yang ku pinta kepada Allah Yang Maha Rahman.. Keampunan dan kemenangan di medan perang.. Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan.. Bertekuk lututnya angkatan perang syetan,, Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan... Mati syahid di medan perang...!!" Benar, itulah cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang...pukulan pedang atau tusukan tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia...!! Subhanallah...
Bala tentara Islam maju bergerak ke medan perang Muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya bala tentara Romawi sekitar 200.000 orang, karena menurut kenyataan barisan tentara mereka seakan tiada ujung akhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya...! Allahu Akbar! Sedang orang-orang Islam melihat jumlah mereka yang sedikit, lalu terdiamlah mereka... Tetapi Ibnu Rawahah, bagaikan datangnya siang, bangun dan berdiri di antara barisan pasukan-pasukannya lalu berucap : "Kawan-kawan sekalian! Demi Allah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah...! Kita tidak memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan Agama kita ini, dan dengan memeluknya kita telah di muliakan Allah SWT...! Ayolah kita maju...! Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai, kemenangan atau syahid di jalan Allah...!"
Dan demi mendengar perkataan Ibu Rawahah itu, dengan bersorak sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya, tetapi besar imannya itu menyatakan setuju. Mereka berteriak, "Sungguh!!! Demi Allah, benar yang di bilang Ibnu Rawahah...!" Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil di himpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya. Subhanallah... Maka kedua pasukan balatentara yang tak seimbang dalam jumlah bilangan itupun bertemu, lalu berkecamuklah pertempuran di antara keduanya...
Dan dalam pertempuran tersebut, pemimpin yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid mulia, di susul oleh pemimpin yang kedua Ja'far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan enuh kebesaran, dan menyusul pula sesudah itu pemimpin yang ke-3 ini, yakni Abdullah bin Rawahah sang penyair kesayangan Nabi SAW. Dikala itu ia memungut panji perang dari tangan kanan Ja'far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu musnah di antara pasukan-pasukan Romawi yang datang membanjir laksana air bah, yang berhasil di himpun oleh Heraklius untuk maksud ini.
Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, Ibnu Rawahah menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Dan sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan, yang akan di mintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara Romawi, seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejab, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekuatannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya. Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya...Kalau tidaklah taqdir Allah SWT yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke surga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka...Tetapi lonceng keberangkatan sudah berdenting, yang memberitahukan awal perjalanannya pulang ke hadirat Allah SWT, maka naiklah ia sebagai syahid... Subhanallah...
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam, Rasulullah SAW sedang duduk beserta para sahabat di Madinah, sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan tenang tenteram, Nabi SAW terdiam...kedua mata beliau jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka dan belas kasihan...! Seraya memandang berkeliling ke wajah para sahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata, "Panji perang di pegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid...Kemudian di ambil alih oleh Ja'far bin Abi Thalib, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula...". Nabi SAW berdiam sebentar, lalu diteruskannya ucapan beliau, "Kemudian panji itu di pegang oleh Abdullah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia pun syahid pula." Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketenteraman dan kerinduan, lalu katanya pula, "Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke surga...". Subhanallah...Allah Ya Karim...