Urwah bin Mas'ud ( عروة بن مسعود) adalah Sahabat Rasulullah yang berasal dari Taif. Dia termasuk orang pertama dari sukunya yang memeluk Islam. Urwah bin Mas'ud masih kafir ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, bahkan ia menjadi utusan kaum kafir Quraisy untuk mencegah niat Nabi SAW dan para sahabat yang akan melaksanakan umrah.
Perjanjian genjatan senjata antara pihak Quraisy dengan Rasulullah SAW pada saat itu ia ikut bersama Rasulullah dan 700 orang Muslim lainnya berkunjung ke Baitullah untuk beribadah. Ketika telah sampai di suatu tempat bernama Tsaniyyatul Marar, Rasulullah memerintahkan rombongannya untuk beristirahat. Sembari melepas lelah, utusan dari kedua pihak yaitu pihak Quraisy dan pihak Muslim sedang berunding perihal tujuan kedatangan Rasulullah beserta rombongan ke Baitullah. Datanglah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tasqafi, ia duduk di hadapan Rasulullah kemudian berkata, “Ya Muhammad, kamu mengumpulkan semua suku sebagai umatmu. Kamu datang kepada sukumu untuk menakut-nakuti mereka, suku Quraisy. Suku yang banyak menelurkan pemimpin yang gagah berani. Mereka bersumpah atas nama Allah, agar tidak sejengkal pun yang dapat dimasuki. Demi Allah, mungkin besok kami akan mengizinkanmu untuk memasuki tanah kelahiranmu.”
Seperti kebiasaan bangsa Arab kala itu, ‘Urwah berbicara kepada Rasulullah sambil berusaha menggapai janggut beliau. Namun upayanya itu selalu dihalang-halangi Al-Mughirah sambil berkata, “Lepaskan tanganmu dari Rasulullah. Jika tidak kau lepaskan, maka tanganmu akan kupotong dan tidak akan utuh lagi.” Ujarnya. Ia telah benar-benar melupakan hubungan kekeluargaannya untuk membela Islam dan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW hanya tersenyum. Kemudian ‘Urwah bertanya, “Siapa dia ini, ya Muhammad?” Raulullah SAW menjawab, “Ini adalah putra saudaramu, al-Mughirah bin Syu’bah.” ‘Urwah berkata, “Lelucon macam apa ini Muhammad? Hei, kau! Bukankah aku telah membelamu atas penghianatanmu itu?” ujar ‘Urwah merujuk pada tragedi pembunuhan yang dilakukan al-Mughirah di Busaq. ‘Urwah adalah paman al-Mughirah yang turut membelanya atas tragedi tersebut. Rasulullah kemudian menjawab, “Aku telah menerima keislamannya. Sedang urusan harta yang kau bicarakan itu, aku tidak ikut campur sedikitpun.”
Mendengar pembelaan Rasulullah SAW tersebut, ‘Urwah pun berhenti mengadili Al-Mughirah. Ia lantas beranjak dari hadapan Rasulullah seraya menyaksikan betapa setianya para sahabat Nabi. Jika Rasulullah berwudhu, mereka segera ikut berwudhu. Ketika Rasulullah meludah, mereka segera membersihkannya. Tidak ada satu pun rambut beliau yang rontok melainkan mereka pasti memungutnya. ‘Urwah kembali kepada kaumnya lalu berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah berkunjung kepada Kisra, Parsi, dan an-Najasyi di istana-istana mereka, tapi tak kudapati seorang raja pun yang sayangnya melebihi sayangnya Muhammad terhadap pengikutnya, sehingga pengikutnya menyerahkan apa saja yang diminta olehnya. Buanglah prasangka buruk kalian.” Jelas ‘Urwah. Sebelumnya memang pihak Quraisy menyangka bahwa kedatangan Rasulullah SAW beserta rombongannya adalah untuk berperang. Namun kesaksian ‘Urwah ini membantah semua prasangka buruk itu.
Mendengar berita tersebut, Suhail bin ‘Amr yang merupakan juru bicara pihak Quraisy diutus untuk mengadakan perjanjian genjatan senjata dengan umat Muslim. Isi perjanjian tersebut ialah sebagai berikut; “Ini surat perjanjian antara Muhammad bin Abdullah dengan Suhail bin ‘Amr. Mereka sepakat untuk melakukan genjatan senjata selama sepuluh tahun dengan menciptakan rasa aman bagi umat manusia. Pihak Quraisy yang datang ke pihak Muhammad tanpa izin walinya, wajib dikembalikan. Namun, pihak Muhammad yang datang ke pihak Quraisy, maka pihak Quraisy tidak berkewajiban mengembalikannya kepada pihak Muhammad. Tidak ada unsur penipuan dan penghianatan. Orang yang ingin berpihak dengan perjanjian Muhammad dipersilahkan bergabung dan bagi orang yang ingin bergabung dengan pihak Quraisy, bergabunglah. Orang-orang Khuza’ah bergabung dengan pihak Muhammad, sedangkan kabilah bani Bakar bergabung dengan pihak Quraisy. Pada tahun ini engkau tidak boleh memasuki Mekah dan kembali ke Madinah. Pada tahun yang akan datang, engkau boleh datang kembali dan kami akan keluar. Kamu bersama rombonganmu silahkan memasuki Mekah selama tiga hari tanpa mengeluarkan senjata dari sarungnya.” Demikianlah secuil peristiwa di balik perjanjian Hudaibiyah yang menunjukkan betapa kokohnya persaudaraan umat Islam yang berjuang di bawah panji Tauhid. Persaudaraan yang diridhai Allah SWT yang ianya membuat gentar musuh-musuh Allah.
Urwah bin Mas'ud RA adalah salah satu pemuka bani Tsaqif di Thaif, satu kabilah yang terlibat dalam sekutu untuk memerangi Nabi SAW di perang Hunain, yang sangat dicintai dan ditaati kaumnya. Usai peperangan yang dimenangkan oleh kaum muslimin, hatinya tergerak untuk memeluk Islam, iapun berusaha menemui Nabi SAW, tetapi beliau sudah berangkat meninggalkan Makkah. Tekadnya yang sudah menguat membuat Urwah memacu untanya untuk mengejar rombongan kaum muslimin, dan berhasil menyusul beliau di suatu tempat dekat Madinah. Di hadapan Nabi SAW, ia berba'iat memeluk Islam dan dengan gembira Nabi SAW menerimanya. Urwah meminta ijin untuk kembali kepada kaumnya untuk mendakwahkan Islam, tetapi Rasulullah SAW melarangnya. Beliau tahu betul bahwa kabilah tsb. sangat kuat penolakannnya kepada penyeru dari kaumnya sendiri, beliau mengkhawatirkan keselamatan Urwah. Urwah bin Mas’ud yang telah merasakan manisnya iman, merasakan sejuknya jiwa bersama Rasulullah SAW, ingin sekali mengajak serta kaum kerabatnya yang mencintai dan dicintainya, merasakan hal yang sama.
Karena itu dengan agak memaksa ia tetap meminta ijin kepada Nabi SAW. Ia berdalih kepada beliau, "Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang sangat disukai oleh mereka, lebih besar daripada kecintaan mereka pada anak-anak perempuannya sendiri..!" Melihat begitu besar keinginannya untuk menyeru kaumnya kepada kebenaran, Nabi SAW akhirnya mengijinkannya. Urwah segera memacu tunggangannya kembali ke keluarganya di Thaif. Ketika sampai di rumahnya pada waktu isya', beberapa orang menyambutnya dan mengucapkan salam dengan salam jahiliah sebagaimana biasanya, tetapi Urwah tidak menjawab salam itu, ia justru berkata, "Hendaklah kalian mengucapkan salam dengan ucapan salam ahli jannah, yakni Assalamualaikum…" Mendengar ucapannya itu, mereka menjadi marah dan menyakitinya, tetapi Urwah tetap memperlakukan mereka dengan lembut. Beberapa tokoh bani Tsaqif berkumpul untuk menentukan tindakan selanjutnya terhadap Urwah yang dianggapnya telah murtad.
Ketika fajar menyingsing, Urwah berdiri di bagian atas rumahnya dan beradzan untuk shalat subuh. Orang-orang keluar menuju rumah Urwah, mereka melempari dan memanah ke arah Urwah, seseorang dari bani Malik bernama Aus bin Auf berhasil memanahnya sehingga Urwah terluka parah. Melihat keadaan ini, beberapa kerabat Urwah menyiapkan senjata untuk membalas bani Malik, di antaranya adalah Ghailan bin Salamah, Kinanah bin Abdul YaLil, Hakim bin Amru dan beberapa orang dari bani Ahlaf. Tetapi Urwah mencegah niat mereka, ia berkata, "Janganlah membunuh mereka karena aku, sesungguhnya aku bersedekah dengan darahku ini untuk memperbaiki hubungan di antara kalian!!" Seseorang bertanya kepadanya, "Apa pendapatmu mengenai darahmu yang mengalir ini? "Ini adalah kemuliaan, yang Allah telah memuliakan aku, dan persaksian yang Allah berikan kepadaku. Tiada sesuatupun pada diriku melainkan apa yang ada pada mereka yang syahid bersama Rasulullah SAW, karena itu kuburkanlah aku bersama mereka." Kata Urwah pada detik-detik terakhir sebelum kematiannya.
Memang, setelah kekalahannya di perang Hunain, sebagian besar pasukan musyrik lari ke Thaif dan bertahan di sana. Nabi SAW memimpin pengepungan benteng Thaif selama beberapa hari dan melakukan penyerangan. Lebih kurang duapuluh orang muslim mati syahid dan dimakamkan disana. Bersama mereka inilah Urwah bin Mas'ud ingin dimakamkan. Ketika peristiwa pembunuhan Urwah bin Mas’ud ini sampai kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan Urwah di antara kaumnya adalah seperti sahabat Yasin di antara kaumnya." Yang dimaksud Nabi SAW dengan sahabat Yasin adalah Habib (Khubaib) An Najjar, yang menyeru penduduk kota Thakiyyah agar mereka beriman kepada utusan Nabi Isa AS, tetapi mereka justru membunuhnya. Suatu peristiwa yang diabadikan Allah dalam Al Qur'an Surah Yasin ayat 20-21. Dalam Hadits Sahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda jika Nabi Isa (Yesus) memiliki perawakan yang mirip Urwah bin Mas'ud.