Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam (Bahasa Arab الأرقم بن أبي الأرقم) adalah seorang pengusaha yang berpengaruh dari suku Makhzum dari kota Mekkah. Dalam sejarah Islam, dia orang ketujuh dari As-Sabiqun al-Awwalun. Rumahnya berlokasi di bukit Safa, di tempat inilah para pengikut Muhammad belajar tentang Islam. Sebelumnya rumah al-Arqam ini disebut Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam) dan setelah dia memeluk Islam akhirnya disebut Dar al-Islam (Rumah Islam). Dari rumah inilah madrasah pertama kali ada. Al-Arqam juga ikut hijrah bersama dengan Muhammad ke Madinah.
Laki-laki itu adalah al-Arqam bin Abil Arqam al-Qurasyi al-Makhzumiy. Kuniahnya Abu ‘Abdillah; Seorang sahabat yang agung, salah seorang tokoh-tokoh yang pertama masuk Islam. Menurut satu pendapat beliau merupakan orang ketujuh yang masuk Islam. Pendapat lain mengatakan yang kesepuluh. Masuk Islam berkat dakwah Abu Bakar as-Shiddiq dengan izin Allah Ta'ala. Adalah rumah al-Arqam di atas bukit Shafa, tempat Nabi berkumpul dengan sahabat-sahabat beliau, terhindar dari pandangan orang-orang musyrik, untuk mengajari mereka Alqur`an dan syariat Islam. Di rumah inilah, para tokoh besar dan generasi awal dari kalangan sahabat masuk Islam.
Rumah al-Arqam termasuk salah satu rumah yang memiliki peran penting dalam sejarah Islam; Lembaga pendidikan pertama tempat Nabi membina para pelopor yang akan menyertai beliau mengemban tanggung jawab besar, menyampaikan risalah Allah Ta'ala. Rumah tersebut berada di bukit shafa. Di sana Rasulullah terus menyampaikan dakwan Islam hingga para pelopor radhiallahu ‘anhum itu genp berjumlah empat puluh orang. Mereka inilah yang kemudian tampil secara terang-terangan berdakwah kepada Allah. Al-Arqam mewakafkan rumah tersebut.
Pilihan Rasulullah jatuh kepada rumah al-Arqam disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Keislaman al-Arqam belum tersebar. Oleh karena itu tidak pernah terbersit sedikit pun dalam benak orang-orang Quraisy bahwa Nabi Muhammad dan para sahabatnya berkumpul di rumahnya.
2. Al-Arqam bin Abil Arqam , berasal dari Bani Makhzum; Klan Makhzum adalah simbol pesaing dan rivalitas kontra Bani Hasyim. Jikapun keislamannya telah diketahui, tetap tidak terbayang oleh mereka rumahnya dijadikan ajang pertemuan; Hal itu berarti melakukan pertemuan di jantung barisan musuh.
3. Al-Arqam saat itu baru menginjak usia remaja, kurang lebih enam belas tahun. Ketika orang-orang Quraisy mencari tahu keberadaan markas Islam, mereka tidak pernah berpikir untuk menyelidiki rumah para sahabat yang masih muda-belia. Mereka hanya mengarahkan pandangan ke rumah para sahabat yang telah dewasa, atau rumah beliau sendiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa rumah tersebut merupakan pilihan matang yang sangat bijak.
Setelah hijrah ke Medinah, al-Arqam dipersaudarakan Rasulullah dengan Zaid bin Sahl . Al-Arqam bin Abil Arqam turut serta dalam perang Badar, Uhud, dan seluruh peperangan lainnya, tidak pernah absen dari medan jihad. Rasulullah memberinya sebuah rumah di Madinah. Sebuah riwayat menyebutkan suatu hari al-Arqam menyiapkan perbekalan untuk perjalanan ke Baitul Maqdis. Kemudian dia menemui Nabi, untuk berpamitan. Maka Nabi bersabda kepadanya, “Apa yang membuatmu hendak melakukan perjalanan wahai Abu Abdillah? Apakah suatu keperluan, ataukah perniagaan?”
Al-Arqam menjawab, “Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku menjadi tebusan anda, sesungguhnya saya ingin shalat di Baitul Maqdis.” Rasulullah bersabda kepadanya, “Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram.” Al-Arqam pun kembali ke rumahnya dengan penuh taat melaksanakan perintah-perintah beliau. Al-Arqam terus berjihad di jalan Allah Ta'ala. Dia tidak bakhil dengan harta, jiwa, dan waktunya untuk jalan Allah, demi perjuangan Islam dan kaum muslimin, hingga sakit mendatangi dan menghantarkannya kepada kematian.
Tatkala dia merasa ajalnya telah dekat, –waktu itu era Mu’awiyah bin Abi Sufyan –dia berwasiat agar Sa’d bin Abi Waqqash yang menyalatinya. Tidak lama berselang al-Arqam pun meninggal. Waktu itu Sa’d bin Abi Waqqash sedang tidak berada di Madinah. Maka Marwan bin al-Hakam, Gubernur Madinah ingin dialah yang menyalatinya, tetapi ‘Ubaidillah bin al-Arqam menolaknya. Marwan pun berkata, “Apakah [jenazah] sahabat Rasulullah akan ditahan hanya karena seorang yang tidak hadir?” ‘Ubaidillah bin al-Arqam menolak siapa pun menyalatinya sampai Sa’d bin Abi Waqqash datang, dan pendapatnya diikuti oleh Banu Makhzum. Al-Arqam bin Abil Arqam dimakamkan di al-‘Aqiq tahun 55 H. Beliau meninggal dalam usia delapan puluh tahun lebih . Semoga Allah Ta'ala rida kepadanya, dan membalas jasanya terhadap Islam dan umat Islam dengan sebaik-baik balasan.