Tsalabah bin Abdul Rahman ra adalah salah seorang sahabat yang mulia. Beliau berasal dari kalangan Anshar, dan selalu setia melayani Rasulullah Saw sejak beliau ra masuk Islam. Suatu ketika dalam sebuah perjalanan untuk menunaikan sebuah urusan, secara tidak sengaja Tsalabah ra melihat seorang wanita Anshar yang sedang mandi. Rasa takutnya akan Allah Swt muncul seketika, ia takut jika Allah Swt akan menurunkan wahyu atas apa yang telah terjadi. Maka ia lari hingga mencapai pegunungan, tinggal disana dan senantiasa bertaubat dan menangis kepada Allah Swt selama 40 hari.
Malaikat Jibril as menyampaikan perihal ini kepada Rasul Saw, sehingga Rasulullah Saw meminta kepada beberapa sahabat Anshar untuk menjemputnya. Ketika sampai Madinah, Rasulullah Saw sedang memimpin shalat berjamaah. Maka shalatlah mereka, namun
Tsalabah ra masih dengan rasa berdosanya, memilih shaf paling belakang. Ketika ia mendengar ayat Qur’an yang sedang dibaca Rasul Saw, ia seketika pingsan. Selesai shalat, Rasulullah Saw membangunkannya dan menanyakan perihal dirinya. “Apa yg menyebabkan kau pergi dariku?,” tanya Rasul. “Dosaku, ya Rasulullah,” jawabnya. “Bukankah aku pernah menunjukkan ayat yang dapat menghapus dosa dan kesalahan (QS. 2:201)?,” tanya Rasul. “Betul, akan tetapi dosaku teramat besar, ya Rasulullah,” jawabnya. “Akan tetapi, Kalam Allah itu lebih besar lagi,” jawab Rasulullah Saw.
Setelah itu, Rasulullah Saw memerintahkan agar Tsalabah dibawa kerumahnya. Namun setelah sampai dirumah, Tsalabah ra jatuh sakit, hingga akhirnya Rasulullah Saw yang mendengar kabar sakitnya Tsalabah ra menjenguknya. Tsalabah ra masih malu karena rasa bersalahnya selalu menggeser kepalanya dari pangkuan Rasulullah Saw. “Mengapa kamu geser kepalamu dari pangkuanku?,” tanya Rasulullah Saw. “Karena kepala ini penuh dosa,” jawab Tsalabah ra. “Apa yang kamu keluhkan?,” tanya Nabi Saw kepadanya. “Seperti ada gerumutan semut-semut di antara tulangku, dagingku, dan kulitku,” jawab Tsalabah ra. “Apa yang kamu inginkan?,” tanya Nabi Saw. “Ampunan Rabbku,” jawabnya.
Kemudian turunlah Jibril as kepada Nabi Saw dengan membawa wahyu dari Allah Swt, “Andaikata hamba-Ku ini meghadap-Ku dengan kesalahannya sepenuh bumi, Aku akan menyambutnya dengan ampunan-Ku sepenuh bumi pula.” Nabi Saw menyampaikan wahyu tersebut kepada Tsalabah ra, dan seketika ia terpekik dan meninggal. Maka Rasulullah Saw memerintahkan agar ia segera dimandikan dan
dikafani. Ketika selesai menyalatinya, beliau Saw berjalan sambil berjingkat. Salah seorang sahabat menanyakan mengapa Rasulullah Saw berjalan sambil berjingkat seperti itu. “Demi Dzat yang telah mengutusku dengan benar sebagai Nabi, sungguh aku tidak mampu meletakkan kakiku di atas bumi, karena malaikat yang turut melayat Tsalabah sangatlah banyak,” jawab Rasulullah Saw.
Kisah Tsalabah ra, seorang sahabat yang mulia, memberikan kita beberapa hikmah. Ada keagungan dalam sikap Tsalabah ra dalam menyikapi rasa bersalahnya. Kesalahan Tsalabah ra mungkin merupakan sebuah kesalahan yang sepele untuk kita, namun tidak
untuk seorang Tsalabah ra. Yang dianggap sebagai dosa besar bagi Tsalabah adalah SECARA TIDAK SENGAJA melihat seorang wanita yang sedang mandi. Ketidaksengajaan inilah yang memicu penyesalan dan taubat dari Tsalabah ra. Sedemikian mulia akhlakmu, hai Tsalabah! Dan coba kita renungkan perjalanan taubatnya Tsalabah ra. Langkah pertama adalah ketakutan akan kuasa Allh Swt. Rasa takut akan kuasa Allah Swt mencerminkan betapa Tsalabah ra adalah manusia yang ihsan, dimana ia tahu dan yakin walaupun tidak ada
seorang pun yang bersamanya saat itu, namun Allah Swt ada dan mengetahui apa yang dilakukannya. Takutnya Tsalabah ra akan azab Allah Swt atasnya segera menuntunnya ke langkah selanjutnya, yaitu penyesalan.
Penyesalan yang penuh dengan sujud dan tangis selama 40 hari. Hingga Allah Swt menunjukkan Kasih-Nya dengan mengirim Jibril as untuk mengabarkan mengenai Tsalabah ra yang berada di atas pegunungan, ditempatnya sedang bertobat. Bahkan setelah dijemput, Tsalabah ra masih dalam nuansa penyesalan dan takut yang membuatnya pingsan ketika mendengar ayat Allah yang dibacakan oleh Rasulullah Saw dalam shalatnya. Penyesalan yang kemudian menyebabkan sakitnya Tsalabah ra, hingga Allah Swt menegaskan keagungan-Nya dan ampunan-Nya kepada Tsalabah ra. Tahap terakhir adalah ampunan Allah Swt atas Tsalabah ra. Sangat terlihat betapa
Allah Swt mencintai hamba-hamba-Nya yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Jika seorang hamba sudah bertobat dan datang kepada Allah membawa kesalahan seisi dunia, maka akan disambut-Nya dengan ampunan seisi dunia pula.
Taubat adalah rezeki setiap manusia yang seringkali dilupakan. Allah Swt membuka pintu taubat selapang-lapangnya bagi hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Selama hamba-Nya tidak mempersekutukan Allah Swt, maka nikmat taubat itu ada untuknya. Sungguh merugi manusia yang lalai menikmati rezeki taubat ini, taubat ini gratis dari Allah Swt dan tanpa tedeng aling-aling. Sebuah kehinaan jika memohon ampunan atau maaf dari sesama manusia, namun adalah sebuah kemuliaan untuk memohon ampun dari Allah Swt dengan sebaik-baiknya permohonan. Dikisahkan oleh Jabir bin Abdullah Al-Anshari, dikutip dr mukhatashar Kitabit-Tawwabiin yang ditulis oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisy.