
Ia adalah Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin al Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, keponakan Rasulullah dan istri putri beliau Fathimah Radhiyallahu ‘anha. Terlahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 148 H dalam usia 68 tahun. Ash Shadiq merupakan gelar yang selalu menetap tersemat padanya. Kata ash Shadiq itu, tidaklah disebutkan, kecuali mengarah kepadanya. Karena ia terkenal dengan kejujuran dalam hadits, ucapan-ucapan dan tindakan-tindakannya. Kedustaan tidak dikenal padanya. Gelar ini pun masyhur di kalangan kaum Muslimin. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah acapkali menyematkan gelar ini padanya. Laqab lainnya, ia mendapat gelar al Imam dan al Faqih. Gelar ini pun pantas ia sandang. Meski demikian, ia bukan manusia yang ma’shum seperti yang diyakini sebagian ahli bid’ah. Ini dibuktikan, ia sendiri telah menepisnya, bahwa al ‘Ishmah (ma’shum) hanyalah milik Nabi. Imam Ja’far ash Shadiq dikarunia beberapa anak. Mereka adalah: Isma’il (putra tertua, meninggal pada tahun 138 H, saat ayahnya masih hidup), ‘Abdullah (dengan namanya, kun-yah ayahnya dikenal), Musa yang bergelar al Kazhim, Ishaq, Muhammad, ‘Ali dan Fathimah.
Dia dikenal memiliki sifat kedermawanan dan kemurahan hatinya yang begitu besar. Seakan merupakan cerminan dari tradisi keluarganya, sebagai kebiasaan yang berasal dari keturunan orang-orang dermawan. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling murah hati. Dalam hal kedermawanan ini, ia seakan meneruskan kebiasaan kakeknya, Zainal ‘Abidin, yaitu bersedekah dengan sembunyi-sembunyi. Pada malam hari yang gelap, ia memanggul sekarung gandum, daging dan membawa uang dirham di atas pundaknya, dan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya dari kalangan orang-orang fakir di Madinah, tanpa diketahui jati dirinya. Ketika beliau telah wafat, mereka merasa kehilangan orang yang selama ini telah memberikan kepada mereka bantuan. Dengan sifat kedermawanannya pula, ia melarang terjadinya permusuhan. Dia rela menanggung kerugian yang harus dibayarkan kepada pihak yang dirugikan, untuk mewujudkan perdamaian antara kaum Muslimin.