Abu Umamah Al-Bahili atau Shudai bin Ajlan

Abu Umamah Al-Bahili atau Shudai bin AjlanAbu Umamah Al-Bahili, demikian panggilan popular seorang sahabat asal Ansar ini. Panggilan ini (kun-yah) mengalahkan ketenaran nama aslinya. Terlahir dengan nama Shudai bin Ajlan, dari suku Bahilah. Termasuk sahabat yang banyak memiliki riwayat dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Wafat pada tahun 81 atau 86 H. Beliau orang pertama membawa Islam ke Madinah. Abu Umamah adalah salah satu dari sahabat Rasulullah SAW yang dipilih untuk menyampaikan sinar Islam, ia belajar Islam dari Rasulullah SAW dan ia menjalankan apa yang diajarkan padanya dengan penuh ketaatan dan kesungguhan. Ketika ia mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan ucapan salam kesejahteraan untuk umat kita dan jaminan bagi ahli Dhimmah kita.” Sejak itu Abu Umamah sentiasa memberi salam kepada setiap yang dijumpainya. Tidaklah ia bertemu dengan seorang muslim baik itu muslim kecil atau besar, melainkan ia mengucapkan: “Assalamu’alaikum.” Ia selalu berupaya untuk terlebih dahulu untuk mengucapkan salam.

Sifat sabar yang dimiliki oleh Abu Umamah Al-Bahili sungguh luar biasa ketika ditimpa musibah, ia tidak pernah mengadukan persoalannya kepada orang lain, ia selalu mensyukuri nikmat yang Allah berikan padanya meskipun nikmat itu hanya sedikit. Sifatnya yang penyabar dan banyak bersyukur melapangkan hatinya dalam menghadapi berbagai kesusahan, meskipun kesusahan itu lebih berat dari sebuah gunung. Tapi ia mampu menanggungnya dengan iman yang teguh, karena ia meyakini, bahwa semua itu telah ditakdirkan Allah atas dirinya. Harta kekayaan tidak pernah ada artinya bagi dirinya. Selain memiliki sifat sabar, Beliau juga memiliki sifat dermawan, padahal dia adalah termasuk orang yang miskin yang tidak memiliki apa-apa. Istrinya bercerita “Pada suatu hari di rumahnya tidak ada apa pun kecuali hanya uang 3 dinar. Tiba-tiba ada seorang pengemis di depan rumah, maka ia memberinya pengemis 1 dinar. Kemudian datang pula pengemis lain maka ia memberikan satu dinar, dan begitu juga untuk pengemis yang ketiga datang.

Akhirnya aku marah dan berkata padanya: “Kita sudah tidak memiliki apa-apa.” Maka kemudian ia berbaring di atas tempat tidur dan menutup pintu sampai azan Zuhur. Aku datang padanya dan membangunkannya, maka ia pergi ke masjid dalam keadaan berpuasa, sehingga aku kasihan padanya, maka aku meminjam uang untuk membeli makanan untuknya berbuka. Ketika aku menyiapkan lampu dan makan malam, ia berkata: “Hidangan ini lebih enak daripada yang lain.” Setelah ia baru selesai makan malam, tiba-tiba salah seorang sahabatnya datang dan berkata padanya: “Wahai Abu Umamah, ini uang sejumlah 3,000 dinar sebagai keuntungan pinjaman dari uang yang aku pinjam darimu beberapa tahun yang lalu.” Maka ia memandangkan wajahnya ke langit sambil berkata: “Uang satu dinar dibalas dengan seribu dinar, alangkah besarnya balasan Zat Tuhan Yang Maha Pemurah.”

Abu Umamah bercerita, "Rasulullah Saw mengutusku untuk menyeru kaumku masuk Islam. Aku menemui mereka dengan perut lapar, sementara mereka sedang makan darah, lalu mereka berseru kepadaku, `Kemarilah!' Aku menjawab, `Aku datang untuk melarang kalian memakannya.' Mereka mentertawakan, mendustakan, dan mengusirku, sementara aku merasa lapar, haus, dan sangat letih. Kemudian aku tertidur. Aku bermimpi didatangi seseorang yang memberiku sebuah wadah susu. Aku mengambilnya, meminumnya, merasa sangat kenyang dan segar kembali, hingga perutku buncit. Sebagian kaumku berkata kepada sebagian yang lain, `Seorang pemimpin mendatangi kalian, tetapi kalian tolak. Temuilah ia, berilah makan dan minum yang ia sukai!' Kemudian mereka datang membawakan makanan dan minuman. Aku menjawab, Aku tidak membutuhkannya.' Mereka berkata, `Kami melihatmu sangat membutuhkannya.' Jawabku, Allah telah memberiku makan dan minum.' Lalu kuperlihatkan perutku, dan akhirnya mereka masuk Islam." (Riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu 'Asakir dari Abu Ghalib)

Dalam riwayat lain dari Ibnu 'Asakir disebutkan bahwa Abu Umamah berkata, "Aku mengajak kaumku untuk masuk Islam, tetapi mereka menolak. Aku lalu berkata, `Berilah aku minum, karena aku sangat haus.' Mereka menjawab, `Tidak akan kami beri, kami akan membiarkanmu mati kchausan.' Hari itu terasa sangat panas, kututup kepalaku dengan mantel, lalu tertidur dalam teriknya matahari. Kemudian aku bermimpi didatangi seseorang dengan membawa gelas kaca yang indah yang belum pernah terlihat oleh seorang pun. Di dalamnya ada minuman yang teramat lezat yang belum pernah dirasakan oleh seorang pun, aku meminumnya. Ketika minumanku habis, aku bangun. Demi Allah, aku tidak merasa haus dan lapar lagi, setelah meminumnya."

Tugas dakwah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tanggungan di pundaknya. Ia didelegasikan untuk menyeru kaumnya sendiri, orang-orang yang masih terkait hubungan darah dengannya. Imam Ath-Thabrani meriwayatkan misi dakwah Abu Umamah di kampung halamannya, suku Bahilah. Ia menuturkan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku (untuk berdakwah) kepada kaumku, suku Bahilah. Sesampai di sana aku dalam keadaan lapar. Saat itu, mereka sedang menyantap makanan. Namun mereka menyatap makanan yang terbuat dari darah. Mereka menghormati diriku dengan menyambut kedatanganku;

“Selamat datang wahai Shudai bin Ajlan. Kami dengar engkau telah keluar dari agama nenek moyang untuk mengikuti laki-laki itu (Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam).” “Bukan seperti itu. Aku hanya beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Ia pula mengutusku untuk menawarkan Islam dan syariat kepada kalian.” Jawab Abu Umamah radhiallahu’anhu. Mereka malah mempersilakan aku untuk bersantap bersama menikmati hidangan dari darah, “Kemarilah, makan (bersama kami).” “Celaka kalian. Aku datang untuk melarang kalian dari ini (makan darah). Aku adalah utusan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam agar kalian mau mengimani beliau.” Terang Abu Umamah.

Mulailah Abu Umamah radhiallahu’anhu mendakwahi dan menyeruk mereka untuk memeluk Islam. Akan tetapi, mereka mendustakan dan membentaknya. “Bisa saya minta sedikit air, aku haus sekali.” Kata Abu Umamah meminta. Akan tetapi mereka menolaknya dan mengatakan, “Tidak, kami akan membiarkan engkau mati kehausan!” sergah mereka. Dalam keadaan lapar dan haus yang menjerat, Abu Umamah beranjak dari sisi mereka. Ia bersedih hati. Kain imamah ia tutupkan ke kepalanya. Kemudian tertidur meskipun dalam keadaan cuaca yang sangat panas itu. Dalam tidurnya, ia bermimpi disodori minuman dari susu, tidak pernah ada susu yang lebih lezat darinya. Ia meminumnya sampai kenyang sehingga perutnya tampak penuh.

Setelah perlakuan kasar yang ditujukan kepada Abu Umamah, orang-orang di sukunya berkata (karena menyesal), “Seorang lelaki dari tokoh dan pembesar suku datang, tapi kalian mencampakkannya. Cari dan berilah ia makan dan minum yang ia inginkan.” Kemudian mereka mendatangi Abu Umamah radhiallahu’anhu dengan membawa makanan. Beliau menyambut kedatangan mereka sambil mengatakan, “Aku sudah tidak butuh lagi makanan dan minuman dari kalian. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberi makan dan minuman kepadaku. Lihatlah kondisiku sekarang.” Beliau perlihatkan perutnya yang penuh. Mereka melihatnya dan akhirnya beriman kepada apa yang Abu Umamah dakwahkan dari sunah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Semuanya pun beriman kepada Allah dan rasul-Nya.