Tsabit bin Qais adalah salah satu sahabat yang menjadi juru bicara Rasulullah dan juru bicara Islam. Kata-kata yang diucapkannya tampak tegas dan keras. Pada suatu masa, utusan-utusan dari semenanjung Arabia datang menemui Rasulullah. Ketika itu, utusan dari Bani Tamim menunjuk Utharid bin Hajib sebagai juru bicara mereka. Selain mengungkapkan maksud kedatangan mereka, Utharid juga mengungkapkan kelebihan-kelebihan dari Bani Tamim dengan sangat bangga.
Setelah itu, Rasulullah meminta Tsabit bin Qais untuk berdiri dan berbicara sebagai juru bicara Rasulullah. Tsabit pun berdiri, dengan tegas dan keras ia berkata, “Alhamdulillah segala puji bagi Allah. Langit dan bumi adalah ciptaan Allah. Titah Allah berlaku di langit dan bumi. Ilmu Allah meliputi kerajaan-Nya. Allah menciptakan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku melalui kodrat-Nya. Allah telah memilih makhluk-Nya yang terbaik untuk menjadi seorang Rasul-Nya. Rasul-Nya adalah orang yang berwibawa dan jujur. Allah membekalinya dengan Al-Quran dan memberinya dengan amanat. Rasul-Nya telah membimbing ke jalan persatuan umat. Dia adalah manusia pilihan Allah. Dia juga menyeru manusia untuk beriman kepada Allah. Kemudian kaum Anshar dan Muhajirin menjadi pengikutnya. Kami adalah pembela agama Allah dan penyokong Rasul-Nya.
Tsabit adalah seorang yang berakhlak mulia, ia sangat mengutamakan ketakwaannya kepada Allah. Ia selalu menghadapkan jiwanya kepada Allah semata. Hal ini terbukti ketika turun ayat 18 Surat Luqman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. “Mendengar ayat itu, Tsabit menutup pintu rumahnya dan menangis. Hal itu berlangsung cukup lama. Ketika Rasulullah mendengar kejadian itu, Rasulullah segera memanggil dan bertanya kepada Tsabit. Tsabit mengatakan bahwa dirinya menyukai pakaian dan sepatu/alas kaki yang bagus sehingga ia sangat takut dirinya termasuk orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”. Mendengar perkataan Tsabit, Rasulullah tertawa dan berkata, “Wahai Tsabit, engkau bukan termasuk golongan mereka. Bahkan, engkau hidup dengan kebaikan dan engkau akan wafat dengan masuk surga.
Pada suatu ketika Rasulullah menerima wahyu, ayat 2 surat Al-Hujurat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”. Ketika mendengar ayat itu, Tsabit menutup pintu rumahnya dan menangis lagi. Kemudian, Rasulullah mengirim seseorang untuk memanggil Tsabit. Tsabit pun datang menemui Rasulullah. Ketika ditanya, Tsabit menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang yang bersuara keras. Aku juga pernah meninggikan suaraku hingga lebih keras dari pada suaramu, ya Rasulullah. Dengan demikian, amalanku selama ini akan terhapus. Apabila hal itu terjadi, aku akan masuk neraka. “Wahai Tsabit, engkau bukanlah termasuk golongan mereka. Engkau akan hidup terpuji dan mati syahid di medan perang. Allah pun akan memasukkan ke dalam surga”.
Tsabit tidak hanya pandai dalam hal berbicara dan berakhlak mulia, ia juga menyertai perjuangan Rasulullah di medan perang. Ia ikut bertempur di medan perang Uhud dan peperangan sesudah itu. Dengan gagah berani, ia menumpas musuh-musuh Allah. Ia selalu berada di barisan tentara terdepan dengan membawa bendera Anshar. Tsabit juga ikut dalam peperangan di Yamamah. Ia dan tentara Muslim yang lain bertempur untuk menumpas nabi palsu, Musailamah Al-Kadzdzah, dan pengikutnya. Dalam pertempuran itulah, Tsabit bin Qais gugur sebagai syuhada. Dengan demikian, terbuktilah perkataan Rasulullah, Tsabit benar-benar mati syahid. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal shaleh orang-orang yang mati syahid di jalan-Nya.