Jarir bin Abdullah atau Ibnu Jabir, Abu Amir Al Bajali Al Qasari. Dia seorang pemimpin yang cerdas dan tampan. Dia termasuk orang yang mulia dari golongan para sahabat. Dia termasuk kalangan sahabat yang memeluk Islam pada masa-masa akhir, yakni mereka yang memeluk Islam setelah terjadinya Fatkhul Makkah, dimana kekuatan Islam yang bermarkas di Madinah mulai diakui dan ditakuti oleh masyarakat di Jazirah Arabia dan sekitarnya, termasuk Romawi dan Persia. Ketika datang kepada Nabi SAW untuk berba'iat, Jarir mengatakan akan selalu mendengar dan taat, baik pada hal yang disukainya, atau hal yang dibencinya. Mendengar hal itu, Nabi SAW bersabda, "Apakah kamu mampu melakukannya? Berhatilah-hatilah! Lebih baik engkau katakan : Dalam hal yang aku mampu melakukannya." Ini adalah bentuk kasih sayang dan kelembutan Nabi SAW atas umatnya, beliau tidak ingin membebani pada umatnya, sesuatu yang mereka tidak mampu. Maka Jarir meralat ba'iatnya sesuai dengan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, dan juga berba'iat untuk menasehati kaum muslimin.
Jarir pernah berjanji kepada Nabi SAW untuk selalu memberikan nasihat kepada setiap muslim. Diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syibil, dia berkata: Jarir berkata: Ketika hampir tiba di Madinah, aku menambatkan tungganganku, kemudian membuka tasku lalu mengenakan pakaianku, lantas masuk masjid —ketika itu Rasulullah SAW sedang berkhutbah— maka orang-orang memandangku dengan pandangan tajam. Aku kemudian berkata kepada orang yang berada di sebelahku, “Wahai hamba Allah, apakah Rasulullah menceritakan tentang masalahku?” Pria itu menjawab, “Ya, Nabi SAW menceritakan tentang kebaikanmu. Beliau bersabda, ‘Akan datang kepada kalian dari jalan ini orang terbaik dari Yaman, ketahuilah bahwa di wajahnya ada sentuhan malaikat’.” Mendengar itu, Jarir berkata, “Segala puji bagi Allah.” Menurut aku, Jarir sahabat yang sangat baik dan berwajah tampan.
Diriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Ketika Jarir datang menemui Nabi SAW, dia diberikan bantal, tetapi dia justru memilih duduk di atas tanah. Kemudian Nabi SAW bersabda, ‘Aku bersaksi bahwa kamu tidak menginginkan suatu jabatan dan tidak pula kerusakan di bumi ini’. Setelah itu Jarir masuk Islam, lalu Nabi SAW bersabda, ‘Apabila orang mulia dari suatu kaum datang menemuimu maka perlakukanlah dengan hormat!’.” Ibrahim An-Nakha’i meriwayatkan dari Hammam, bahwa Hammam pernah melihat Jarir buang air kecil kemudian berwudhu, dan dia mengusap kedua sepatunya. Setelah itu aku bertanya kepadanya tentang hal itu, dan dia menjawab, “Aku melihat Nabi SAW melakukannya.” Ibrahim kemudian berkata, “Hal itu mengherankan mereka, karena Jarir merupakan sahabat yang terakhir masuk Islam.”
Diriwayatkan dari Jarir, Suatu ketika Nabi SAW bersabda kepadanya, "Mengapa tidak engkau senangkan hatiku berkenaan dengan Dzulhalasah?" Dzul Khalasah adalah berhala kaum jahiliah dari suku Khas'am yang sering disebut Ka'bah Yamaniah. Jarir langsung menanggapi pernyataan Nabi SAW ini, ia berangkat dengan seratus limapuluh orang pengendara kuda yang mahir dari suku Ahmas. Tetapi ternyata Jarir sendiri yang mengalami kesulitan untuk tetap di atas kudanya. Nabi SAW mendatanginya dan menepuk dadanya sehingga meninggalkan bekas sambil berdoa, "Ya Allah, tetapkanlah ia di atas kudanya dan jadikanlah ia penunjuk yang benar…" Segera saja Jarir berhasil menguasai kudanya dan ia berangkat ke Dzul Khalasah bersama rombongannya. Setelah berhasil menghancurkan berhala tersebut, Jarir mengirim utusan kepada Nabi SAW mengabarkan keberhasilannya, dan beliau mendoakan keberkahan bagi pengendara kuda dari suku Ahmas tersebut dan para pemimpinnya, yakni Jarir, bahkan beliau mendoakannya sampai lima kali.
Ibrahim meriwayatkan bahwa aku (Jarir) pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak bisa naik kuda.” Nabi SAW lalu meletakkan tangannya di atas wajahku. Dalam hadits Yahya Al Qaththan dijelaskan bahwa Nabi SAW meletakkan tangannya di atas dadaku, seraya berdoa, “Ya Allah, jadikanlah dia seorang pemberi petunjuk dan yang ditunggu-tunggu.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Aku (Jarir) berangkat dengan 150 penunggang kuda dari Ahmas.” Jarir mengatakan bahwa Umar bin Khaththab pernah melihat diriku bertelanjang dada, maka Umar memanggilku dan berkata, “Ambillah serbanmu!” Aku pun mengambil serbanku. Kemudian aku mendatangi orang-orang lantas bertanya, “Ada apa dengannya?” Mereka menjawab, “Ketika beliau melihatmu telanjang dada, dia berkata, ‘Aku belum pernah melihat seorang manusia pun memiliki wajah setampan ini kecuali pria yang pernah diceritakan, yaitu Yusuf AS’.” Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Umair, dia berkata, “Ibrahim bin Jarir menceritakan kepadaku bahwa Umar pernah berkata, ‘Jarir adalah Yusuf umat ini’.” Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Pada waktu perang Qadisiyah, di dalam tenda Sa’ad bin Abu Waqqash ada Jarir bin Abdullah.” Jarir bin Abdullah wafat tahun 51 Hijriyah.