Shafwan adalah tokoh yang terlibat dalam peristiwa haditsul ‘ifk Ummul Mukminin Aisyah. Shafwan tertinggal rombongan karena kebiasaan tidurnya dan menemukan Aisyah yang tertinggal rombongan. Shafwan bin Mu'athal as-Sulami adz-Dzakwani ra bertugas sebagai anggota pasukan paling belakang. Melihat ada orang yang tertinggal, Shafwan segera menjenguknya. Namun, setelah mengetahui yang tertinggal itu adalah Ummul Mukminin, Siti Aisyah ra, Shafwan pun berkata, "Innalillahi Wa inna Ilaihi Roji'un," kata Shafwan dengan terkejut. Shafwan pun segera memberikan tunggangan untanya kepada Siti Aisyah ra. Sedangkan Shafwan sendiri berjalan kaki sambil menuntun unta yang ditunggangi oleh Siti Aisyah ra. Mereka berdua akhirnya berhasil menyusul rombongan kaum muslimin yang sedang beristirahat.
Orang-orang yang menyaksikan kedatangan Ummul Mukminin bersama Shafwan, muncullah desas-desus terhadap hubungan keduanya. Orang munafik seperti Abdullah bin Ubay bin Salul memfitnah bahwa Siti Aisyah telah berselingkuh dengan Shafwan. Fitnah itu dengan cepat beredar hingga di Madinah sehingga menimbulkan kegoncangan di kalanagn kaum Muslimin. Karena tuduhan berselingkuh tersebut, sampai-sampai Rasululah SAW menunjukkan perubahan sikap atas diri Aisyah. Diceritakan Aisyah, karena peristiwa itu dirinya akhirnya jatuh sakit. "Saat itu yang membuatku bingung ketika aku sakit, aku tidak melihat kelembutan dari Nabi SAW seperti biasa yang aku lihat ketika aku sakit. Beliau hanya mengucapkan salam, lalu bertanya,"Bagaimana keadaanmu," kemudian pergi," kata Siti Aisyah yang terdapat pada kitab An-Nihayah fi Gharib al-Hadits.
Kondisi fitnah itu tentu menyebar hingga mencapai satu bulan lamanya. Dan selama itu pula, tak ada wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW. Sampai kemudian, Allah SWT mengabarkan berita gembira kepada Nabi SAW yang menyatakan bahwa Aisyah ra terbebas dari segala tuduhan perselingkuhan dan fitnah itu. Penegasan Allah SWT itu ternagkum dalam Al Qur'an, Surat An-Nur ayat 11-26. Dengan turunnya ayat tersebut, terbebaslah Siti Aisyah ra dari tuduhan keji itu, hingga berbahagialah Rasululah SAW beserta sahabat-sahabat setianya. Suatu ketika, isteri Shafwan bin Al Mu’aththal mengadu kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah, suamiku, Shafwan bin Al Mu’aththal memukulku jika aku mengerjakan shalat, dan membatalkan puasaku jika aku berpuasa, serta ia tidak mengerjakan shalat subuh hingga terbit matahari,” kata isteri Shafwan.
Ketika itu Shafwan berada di sisi Rasulullah. Beliau bertanya tentang apa yang dikatakan isterinya. “Wahai Rasulullah,” kata Shafwan menjawab. “Adapun ucapannya: ‘Ia memukulku ketika aku shalat’, karena ia membaca dua surat, padahal aku melarangnya.” Rasulullah bersabda, “Seandainya satu surat saja, sudah cukup bagi manusia.” “Adapun ucapannya: ‘Membatalkan puasaku,’ itu karena ia terus berpuasa padahal aku seorang pemuda dan aku tidak dapat menahan (syahwatku).” Rasulullah lalu bersabda, “Seorang perempuan tidak boleh berpuasa kecuali dengan izin suaminya.” “Adapun ucapannya bahwa aku tidak mengerjakan shalat hingga matahari terbit, karena kami adalah keluarga yang telah diketahui mengenai hal itu, yang nyaris kami tidak bangun hingga matahari terbit.” Beliau bersabda, “Jika engkau sudah bangun, maka shalatlah!”