Tujuh Fuqaha Madinah (Arab: فقهاء السبعة المدينة, fuqaha as-sab'ah al-madinah) adalah sebutan untuk sekelompok ahli fiqih dari generasi tabi'in yang merupakan para tokoh utama ilmu fiqih di Madinah setelah wafatnya generasi sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad. Tujuh Fuqaha Madinah memberikan pengaruh besar pada dasar-dasar mazhab Maliki dan Syafi'i. Para ulama berbeda-beda dalam menyebut nama ketujuh tokoh tabi'in tersebut, namun pada umumnya menyebutkan bahwa mereka adalah:
Said bin al-Musayyib (w. 94 H/713 M)
Al-Qasim bin Muhammad (w. ± 106 H/724 M), cucu Abubakar ash-Shiddiq dan keponakan Aisyah istri Nabi Muhammad
Sulaiman bin Yasar (w. 100 H/718 M) maula Maimunah istri Nabi Muhammad
Urwah bin az-Zubair (w. 94 H/712 M), adik Abdullah bin Zubair dan juga keponakan Aisyah, cucu Abubakar ash-Shiddiq
Kharijah bin Zaid (w. 100 H/718 M), anak Zaid bin Tsabit
Ubaidillah bin Abdullah (w. 98 H/716 M)
Abubakar bin Abdurrahman (w. 94 H/712 M)
Sebagian ulama memasukkan Salim bin Abdullah (w. 106 H/724 M) sebagai salah satu di antara mereka menggantikan Abubakar bin Abdurrahman. Jumlah keseluruhan tokoh yang disebutkan para ulama termasuk dalam "Tujuh Fuqaha" berkisar antara tujuh hingga dua belas orang. Di antara ketujuh tokoh tersebut, Said bin al-Musayyib dianggap sebagai yang paling berpengaruh, diikuti oleh Al-Qasim bin Muhammad, Sulaiman bin Yasar, Urwah bin az-Zubair, dan Kharijah bin Zaid.
Sejak zaman Nabi Muhammad masih hidup, para sahabat Nabi sudah mulai diutus untuk menyebarkan agama di berbagai kota yang jauh. Bermukimnya para sahabat di kota-kota yang berbeda kemudian menyebabkan timbulnya pemikiran hukum (fiqih) Islam yang berbeda-beda pula, yang kemudian diteruskan oleh murid-muridnya yang disebut para tabi'in. Para tabi'in kemudian mengembangkan ijtihad hukum (mazhab klasik) tersendiri untuk berbagai masalah yang dihadapi, yang dinisbahkan sesuai kota tempat tinggalnya; misalnya mazhab Hijazi (ahl Al-Hijaz), mazhab Iraqi (ahl Al-Iraq), dan mazhab Syami (ahl Al-Syam).
Para tabi'in ahli ilmu fiqih Madinah banyak mendapat pengaruh kuat dari para sahabat besar, terutama antara lain Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Abdullah bin Umar, Aisyah binti Abubakar, dan Zaid bin Tsabit. Setelah para sahabat besar tersebut wafat, maka penyebaran ilmu mereka dilanjutkan oleh tujuh fuqaha tersebut beserta ulama-ulama Madinah lainnya. Sedemikian besarnya pengaruh mereka, sehingga akhirnya aliran Hijazi juga dikenal dengan sebutan aliran Tujuh Fuqaha.
Para tabi'in senior tersebut kemudian mempunyai murid-murid penerus ilmu mereka, yang adalah para tabi'in junior. Para tab'in junior yang meneruskan ilmu tujuh fuqaha Madinah, terutama antara lain Ibnu Syihab az-Zuhri, Nafi maula Abdullah bin Umar, Abu az-Zinad Abdullah bin Dzakwan, Rabi'ah ar-Ra'yi, dan Yahya bin Sa'id. Pada akhirnya, ilmu hadits dan fiqih para tabi'in junior Madinah tersebut diserap oleh Imam Malik, dan pada akhirnya juga berpengaruh besar pada muridnya yaitu Imam Syafi'i.
Berbagai pendapat dari Tujuh Fuqaha erat hubungannya dengan berbagai pendapat yang dikeluarkan oleh Imam Malik, dan Imam Malik meriwayatkan sebagian besar hadits dari Tujuh Fuqaha dalam kitabnya Al-Muwaththa. Guru Imam Malik yaitu Abu az-Zinad mengumpulkan konsensus pendapat Tujuh Fuqaha dalam bukunya Al-Mudawwanah; konsensus pendapat tersebut beserta hadits-hadits dari Tujuh Fuqaha dianggap oleh Imam Malik dasar-dasar utama dari berbagai amal kebiasaan penduduk Madinah. Demikianlah para fuqaha tersebut memberikan pengaruh besar pada dasar-dasar mazhab Maliki dan Syafi'i.