Di tahun ke 2 setelah masa hijrah, tepatnya di wilayah bukit Badar 300 pasukan Islam berhasil mengalahkan 1.000 pasukan kafir Quraisy. sebuah kekalahan tragis yang menimbulkan aura dendam dan sakit hati terhadap Islam, tak terkecuali putra salah seorang pemimpin Quraisy yang tewas di Perang Badar. Ia juga menjadi salah satu tokoh ynag mengobarkan kebencian untuk memerangi Nabi Muhammad dan kaum Muslimin. Ialah Shafwan bin Umayah.
Ia mempunyai ayah yang bernama Umayah bin khalaf yang tak lain adalah pemimpin suku Jumah, salah satu klan besar dari suku-suku Quraisy. Shafwan bin Umayah bisa dibilang merupakan keturunan keluarga terpandang di kalangan masyarakat Quraisy. Namun, Umayah bin Khalaf juga sangat dikenal memusuhi Nabi Muhammad. Maka Shafwan yang mewarisi kebencian ayahnya semakin berang terhadap umat Islam ketika mengetahui ayahnya terbunuh di medan Perang Badar.
Salah satu tokoh sahabat nabi yang akan kita bahas ini merupakan orang yang masuk Islam pada saat hari pembebasan kota Mekkah. Pada masa sebelum keislamannya ia merencanakan beberapa rencana busuk yang ditujukan untuk kaum Muslimin. Rencana yang pertama ialah dia memerintahkan Umair bin Wahab untuk berangkat untuk membunuh Rasulullah dengan menjamin keluarga dan hutangnya. Kemudian ia juga membayar atau mempengaruhi seorang penyair ternama untuk membangkitkan semangat para kaum Quraisy untuk memerangi Islam.
Padahal penyair ini dibebaskan oleh Rasulullah dari tawanan Perang Badar dengan satu janji bahwa dirinya tidak boleh memprovokasi kaum Quraisy dengan syairnya. Karena syair merupakan media yang digunakan pada waktu itu, Shafwan menggunakan media itu untuk mempengaruhi masyarakat Arab lainnya. Inilah kecerdasan Shafwan. Dia menggunakan media ini yang berupa syair dengan membayar penyair ternama untuk membangkitkan semangat kaum Quraisy.
Maka pergilah penyair ini ke suku-suku Arab di sekelilingnya dan kemudian menyampaikan syair-syair yang membangkitkan rasa dendam dan semangat untuk memerangi Islam. Kemudian Shafwan juga mempengaruhi seseorang yang juga sangat berpengaruh dalam hal memprovokasi masyarakat, dan ini juga dibayar oleh Shafwan. Bayangkanlah, anak muda ini punya uang yang banyak dan pengaruh yang besar dalam membangkitkan semangat kaum Quraisy untuk membenci Rasulullah. Maka dia membayar siapa pun untuk membalaskan kebencian dan dendamnya kepada Rasulullah dan kaum Muslimin.
Tahun 3 H saat musim perdagangan tiba, Shafwan mendapatkan kepercayaan dari pemuka Quraisy untuk memimpin perjalanan dagang menuju ke Yaman. Namun saat itu juga, jalur yang biasa dilalui untuk menuju ke Yaman telah dikuasai oleh kaum Muslimin. Sehingga tidak memungkinkan bagi kafilah dagang Quraisy untuk melalui jalan tersebut. Tidak ada pilihan lain selain mereka harus menempuh jalan yang lebih jauh yaitu melalui wilayah Iraq.
Di luar dugaan, ternyata kaum Muslimin di Madinah telah mengetahui rencana tersebut dan menghadang perjalanan mereka. Shafwan dan para kafilah dagang lainnya yang tidak menduga kondisi ini dengan terpaksa menyerahkan harta mereka tanpa perlawanan sedikit pun. Maka menjelang meletusnya Perang Uhud, perang yang menjadi ajang balas dendam terhadap kaum Muslimin, Shafwan ikut bergabung dalam barisan Quraisy. Di Perang inilah Shafwan terjun langsung sebagai pemimpin pasukan pejalan kaki. Dengan berbekal amarah yang berkobar, ia mengayunkan pedangnya untuk menembus pertahanan kaum Muslimin hingga berhasil melukai Rasulullah.
Maka Rasulullah mendoakan laknat bagi 3 orang, yaitu Shafwan bin Umayah, Suhail bin Amr, dan Al-Harits bin Hisyam. Tetapi kemudian ternyata laknat ini tidak diijinkan oleh Allah, dan Allah pun menegurnya dengan berfirman: Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. QS:Ali Imran | Ayat: 128
Momentum di medan Uhud ternyata tak mampu menuntaskan dendam Shafwan terhadap Rasulullah. Bersama rekannya, Ikrimah bin Abu Jahal, ia terlibat aksi pembantaian secara brutal terhadap masyarakat Khuza’ah, yakni masyarakat yang berada dalam perlindungan kaum Muslimin. Namun tindakannya ini justru dikecam oleh kaumnya sendiri karena dikhawatirkan akan membangkitkan kemarahan kaum Muslimin.
Hingga terjadilah peristiwa pembebasan Mekkah, peristiwa di mana Rasulullah bersama 10.000 pasukannya berhasil mengembalikan fitrah Mekkah sebagai kotanya orang-orang yang beriman. Saat kaum Muslimin berhasil menguasai Mekkah, Rasulullah mengumumkan 10 nama orang kafir Quraisy yang halal untuk dibunuh, diantaranya adalah Shafwan bin Umayah. Mengetahui kabar tersebut, Shafwan langsung melarikan diri dari kota Mekkah. Namun, upayanya tersebut berhasil dicegah oleh Umair bin Wahab, sahabat Shafwan yang memeluk Islam setelah Shafwan menugaskannya untuk membunuh Rasulullah.
Disebutkan bahwa Shafwan sudah bersiap bukan untuk menyeberangi lautan, melainkan untuk membunuh dirinya dengan menerjuni laut. Maka Umair pun mengatakan, “Masuklah kamu ke dalam Islam, biarlah saya yang mencoba untuk menyampaikan kepada Rasulullah agar engkau dapat dimaafkan oleh Rasulullah ketika engkau harus masuk Islam.” Maka kemudian Shafwan dengan setengah hati mengatakan, “Apa jaminanmu jika saya masuk Mekkah dan Muhammad memaafkan saya?” Maka Umair pun pergi karena pertemanan, dia bertanggung jawab kepada hidayah temannya. Dia ingin temannya baik seperti dirinya. Ini merupakan pelajaran yang berharga untuk kita. Teman yang baik adalah teman yang mencoba untuk menghadirkan hidayah semampunya kepada temannya yang lain, bukan justru temannya merusak teman yang lain. Inilah pertemanan yang luar biasa.
Maka Umair bin Wahab datang ke Rasulullah meminta jaminan. Dia pun berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, jika kemudian nanti Shafwan masuk Islam, apakah dia termasuk orang yang akan dilindungi?” maka Rasulullah bersabda, “Iya.” Kemudian Umair pun meminta jaminan kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun memberikan jaminan berupa Sorban. Setelah itu, Umair pun kembali ke Jeddah untuk menyampaikan jaminan tersebut. Demi pertemanan, Umair rela melakukan hal seperti itu. Mungkin saat ini tidak ada orang seperti Umair, karena jarang ada atau bahkan tidak ada orang yang mau mondar-mandir walaupun hanya satu jam saja demi memperoleh hidayah untuk temannya. Itulah pertemanan yang indah dalam Islam.
Maka pergilah Umair ke sana membawa sorban Rasulullah dan menunjukkannya kepada Shafwan, lalu Umair pun mengatakan, “Inilah bukti bahwa nabi siap memberimu rasa aman dan memberikan pengamanan asal engkau masuk Islam.” Rasulullah saat itu menerima Shafwan dan kemudian Shafwan mengatakan, “Berilah aku kesempatan memilih selama dua bulan.” Rasulullah pun bersabda, “Engkau diberi kebebasan memilih selama empat bulan.” Tenggang waktu 4 bulan yang diberikan oleh Rasulullah benar-benar dimanfaatkah Shafwan untuk berpikir. Pada akhirnya Shafwan masuk Islam. Tidak terkira bahagianya Umair dengan keislaman Shafwan shahabatnya itu. Bagaimanakah proses masuk Islamnya Shafwan ini?
15 hari setelah penaklukkan kota Mekkah, terjadilah Perang Hunain yang melibatkan 12.000 pasukan Muslim melawan pasukan Badui dari Suku Hawazin yang merasa terancam dengan kehadiran Islam dan mereka khawatir akan seperti kaum Quraisy. Maka Shafwan pun ikut terlibat dalam peperangan ini, tetapi bukan sebagai prajurit Muslimin melainkan mengawal senjata-senjata miliknya yang dipinjamkannya kepada kaum Muslimin. Kemenangan heroik kaum Muslimin di Perang Hunain serta kemurahan hati Rasulullah dalam membalas jasa, akhirnya mampu meluluhkan hati Shafwan hingga akhirnya ia pun menerima Islam sebagai keyakinannya.
Rasulullah pun membagikan harta rampasan perang. Disaat Rasulullah memanggil orang yang baru memeluk Islam dan membagikan harta rampasan itu kepada semua orang termasuk orang yang baru masuk Islam. Melihat itu, Shafwan langsung tercengang. Kemudian Rasulullah yang sangat memahami hati Shafwan, maka didatangilah Shafwan kemudian ditunjukan kepadanya sebuah lembah yang di sana ada banyak kambing dan unta. Shafwan pun melihatnya lalu Rasulullah pun bersabda, “Apakah kamu senang melihat pemandangan ini?” Sahfwan pun menjawab, “Ya, saya sangat senang sekali.” Rasulullah pun bersabda, “Semua yang ada di lembah itu adalah milikmu.” Maka Shafwan pun memiliki seisi lembah itu. Walaupun ini menimbulkan kecemburuan kepada kaum Muslimin dari Madinah, tetapi inilah strategi Islam untuk mempermudah orang itu menerima hidayah dari Allah.
Shafwan pun diberikan harta secara terus menerus oleh Rasulullah, dan Shafwan pun mengatakan, “Demi Allah, di waktu Muhammad memberikan harta kepada saya untuk pertama kalinya, saya masih membenci Muhammad. Tetapi, semakin hari kebencian saya mulai terkikis karena Muhammad memberikan harta kepadaku secara terus menerus walaupun saya masih menyimpan dendam kepadanya. Dan sekarang saya semakin mencintainya.” Memang, proses masuk Islamnya Shafwan adalah karena harta di awalnya. Tetapi dengan didikan Rasulullah, kemudian ia berubah menjadi orang yang melakukan semua ibadah karena Allah. Memang ada orang yang baru memeluk Islam hanya karena ingin kaya. Melakukan ibadah hanya karena ingin mendapatkan urusan dunia. Itulah agama seseorang dengan level yang sangat rendah. Hal ini merupakan pancingan agar ia mau mendengarkan Islam, maka hal ini tidaklah menjadi masalah. Tetapi, jika orang yang baru memeluk Islam itu sudah menerima hidayah dari Allah, barulah kita harus mengajarkan kepadanya agar mau melakukan ibadah hanya karena Allah dan bukan untuk mendapatkan keuntungan, karena ibadah yang dilakukan selain karena Allah, maka ibadahnya akan ditolak oleh Allah.
Hilanglah sudah kebencian Shafwan terhadap Islam, bahkan ia kini termasuk dalam barisan pejuang yang membela agama yang diridhai oleh Allah ini. Demi menebus kesalahan di masa lalunya, Shafwan terus melibatkan diri di berbagai momen jihad. Ia menetap di Mekkah untuk menjaga kesucian kota tersebut sambil menebarkan kebaikan hingga akhir hayatnya pada tahun 40 H, bertepatan dengan awal masa kekhalifahan Mu’awiyah. Semoga Allah meridhaimu wahai Shawan bin Umayah.