Ukasyah bin Mihshan al Asadi adalah seorang sahabat Muhajirin yang berasal dari Bani Abdu Syams. Ia telah memeluk Islam pada masa-masa awal sehingga termasuk dalam as Sabiqunal Awwalin. Suatu ketika Nabi SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya, bahwa kelak di hari kiamat beliau akan memamerkan umat beliau di hadapan para pemimpin (Nabi-nabi terdahulu). Dengan bangganya beliau akan memperlihatkan umat beliau yang begitu banyak hingga memenuhi dataran dan bukit. Lalu Allah berfirman kepada Nabi SAW, “Ridhakah engkau, ya Muhammad?” Maka Nabi SAW akan menjawab, “Aku ridha, ya Tuhanku!”
Kemudian Allah berfirman lagi, “Sesungguhnya ada tujuh puluh ribu dari umatmu yang masuk surga tanpa hisab dengan wajah seperti bulan purnama." Para sahabat pun terkagum-kagum dengan cerita Nabi SAW. Namun tiba-tiba Ukasyah mendekati beliau dan berkata, "Ya Rasulullah, doakanlah aku termasuk golongan itu." "Engkau termasuk golongan mereka!!" Kata Nabi SAW. Melihat tindakan Ukasyah, beberapa sahabat mendekati beliau dan meminta didoakan seperti halnya Ukasyah. Beliau tersenyum melihat reaksi para sahabat tersebut dan bersabda, "Kalian sudah didahului Ukasyah."
Perang Badar merupakan perang yang banyak memunculkan pahlawan-pahlawan Islam. Perang pertama yang sangat menentukan, apakah Islam akan tenggelam dan lenyap selagi masih embrio, ataukah akan terus tumbuh berkembang pesat? Dan sejarah membuktikan, 313 orang yang belum cukup berpengalaman dengan persenjataan terbatas dan perbekalan seadanya, apalagi memang tidak dipersiapkan untuk bertempur tetapi hanya untuk mencegat kafilah dagang Quraisy, ternyata mampu mengalahkan seribu orang pasukan kafir Quraisy yang dipimpin Abu Jahal yang berpengalaman, dengan persenjataan lengkap dan perbekalan yang lebih banyak. Tentunya semua itu terjadi tidak lepas dari pertolongan Allah SWT.
Salah satu pahlawan yang lahir di medan perang Badar ini adalah Ukasyah bin Mihshan bin Harsan Al-Asadi. Begitu dahsyatnya ia bertempur sehingga pedangnya pun patah. Melihat hal itu, Rasulullah SAW menghampiri Ukasyah sambil membawa sebuah ranting pohon, sambil bersabda, "Berperanglah dengan ini wahai Ukasyah." Begitu diterima dari Nabi SAW dan digerak-gerakkan, ranting pohon itupun berubah menjadi sebuah pedang yang panjang, kuat, mengkilat dan tajam. Ukasyah pun meneruskan pertempurannya hingga Allah memberikan kemenangan pada umat Islam. Pedang yang kemudian diberi nama "Al 'Aun" menjadi senjata andalan Ukasyah dalam setiap pertempuran yang diikutinya, baik bersama atau tanpa Rasulullah SAW. Begitupun ketika Ukasyah menjemput syahidnya di Perang Riddah, pedang dari ranting pemberian Nabi SAW setia menemaninya.
Pembunuh Ukasyah adalah Thulaihah al Asadi yang saat itu mengaku sebagai nabi, tetapi kemudian menjadi sadar dan kembali kepada Islam dan menjadi baik keislamannya. Ketika Umar bertemu dengan Thulaihah, ia berkata, "Apakah engkau yang telah membunuh orang yang saleh, Ukasyah bin Mihshan??" Thulaihah menjawab, "Ukasyah menjadi orang yang bahagia (menjadi syahid) karena diriku, dan aku menjadi orang celaka karena dirinya. Tetapi aku memohon ampun kepada Allah…" Kemudian Thulaihah menyitir sabda Nabi SAW, "Surga itu diliputi oleh hal-hal yang dibenci dan neraka itu ditaburi oleh hal-hal yang disukai…" Umar bin Khaththab hanya tersenyum dan membenarkan Thulaihah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa setelah dekat waktu wafatnya, Rasulullah memerintahkan Bilal supaya adzan. Memanggil manusia untuk sholat berjama’ah. Maka berkumpulah kaum Muhajirin dan Anshor ke Masjid Rasulullah saw. Setelah selesai sholat dua raka’at yang ringan kemudian beliau naik ke atas mimbar lalu mengucapkan puji dan sanjung kepada Allah swt, dan kemudian beliau membawakan khutbahnya yang sangat berkesan, membuat hati terharu dan menangis mencucurkan air mata. Beliau berkata antara lain :
”Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da’i yang menyeru manusia ke jalan Allah dengan izin-Nya. Aku ini bagimu bagaikan saudara yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang merasa teraniaya olehku di antara kamu semua, hendaklah dia bangkit berdiri sekarang juga untuk melakukan qishas kepadaku sebelum ia melakukannya di hari Kiamat nanti” Sekali dua kali beliau mengulangi kata-katanya itu, dan pada ketiga kalinya barulah berdiri seorang laki-laki bernama ‘Ukasyah Ibnu
Muhsin’. Ia berdiri di hadapan Nabi s.a.w sambil berkata :
“Ibuku dan ayahku menjadi tebusanmu ya Rasullah. Kalau tidaklah karena engkau telah berkali-kali menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas dirimu, tidaklah aku akan berani tampil untuk memperkenankannya sesuai dengan permintaanmu. Dulu, aku pernah bersamamu di medan perang Badar sehingga untaku berdampingan sekali dengan untamu, maka aku pun turun dari atas untaku dan aku menghampiri engkau, lantas aku pun mencium paha engkau. Kemudian engkau mengangkat cambuk memukul untamu supaya berjalan cepat, tetapi engkau sebenarnya telah memukul lambung-sampingku; saya tidak tahu apakah itu dengan engkau sengaja atau tidak ya…Rasul Allah, ataukah barangkali maksudmu dengan itu hendak melecut untamu sendiri ?”
Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya pergi ke rumah Fatimah, ” Supaya Fatimah memberikan kepadaku cambukku ” kata beliau. Bilal segera ke luar Masjid dengan tangannya diletakkannya di atas kepalanya. Ia heran dan tak habis pikir, “Inilah Rasulullah memberikan kesempatan mengambil qishas terhadap dirinya!” Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menyahut dari dalam : “Siapakah
diluar?”, “Saya datang kepadamu untuk mengambil cambuk Rasullah” jawab Bilal. ”Duhai bilal, apakah yang akan dilakukan ayahku dengan cambuk ini?” tabta Fatimah kepada Bilal. “Ya Fatimah ! Ayahmu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil qishas terhadap dirinya ” Bilal menegaskan.
“Siapakah pula gerangan orang itu yang sampai hati mengqishas Rasulullah ?” tukas Fatimah keheranan. Biarlah hamba saja yang menjadi ganti untuk dicambuk. Bilal pun mengambil cambuk dan membawanya masuk Masjid, lalu diberikannya kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun menyerahkannya ke tangan ‘Ukasyah. Suasana mulai tegang… Semua sahabat bergerak…. Semua berdiri….Semua mata melotot. Memandang Ukasyah dan sebilah cambuk. Saat itulah, Abu Bakar dan Umar r.a. bicara, “Hai ‘Ukasyah ! kami sekarang berada di hadapanmu, pukul qishas-lah kami berdua, dan jangan sekali-kali engaku pukul Rasulullah s.a.w !” Mungkin saat itu Umar meraba pedangnya. Seandainya saja, diizinkan akan aku penggal kepala orang yang menyakiti Rasulullah.
Rasulullah menahan dua sahabatnya. Berkata sang pemimpin yang dicintai ini : “Duhai sahabatku, Duduklah kalian berdua, Allah telah mengetahui kedudukan kamu berdua!” Kemudian berdiri pula Ali bin Abi Tholib sambil berkata. Kali ini lebih garang dari sahabat Abu Bakar : ” Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Nabi s.a.w. Aku tidak sampai hati melihat kalau
engkau akan mengambil kesempatan qishas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qishaslah aku dengan tangnmu dan deralah aku dengan tangn engkau sendiri!” Ali tampil ke muka. Memberikan punggungnya dan jiwa serta cintanya buat orang yang dicintainya. Subhanallah… ia tak rela sang Rasul disakiti. Ia merelakan berkorban nyawa untuk sang pemimpin.
Nabi pun menahan. ” Allah swt telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali !” Ali surut, bergantianlah kemudian tampil dua kakak beradik, Hasan dan Husein. ” Hai Ukasyah ! Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah cucu kandung Rasulullah, dan qishaslah kami dan itu berarti sama juga dengan mengqishas Rasulullah sendiri !” Tetapi Rasulullah menegur pula kedua cucunya itu dengan berkata “Duduklah kalian berdua, duhai penyejuk mataku!” Dan akhirnya Nabi berkata : “Hai ‘Ukasyah ! pukullah aku jika engkau berhasrat mengambil qishas!”
“Ya Rasul Allah ! sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku sedang tidak lekat kain di badanku” Kata Ukasyah. kembali suasana semakin panas dan tegang. Semua orang berpikir, apa maunya si Ukasyah ini. Sudah berniat mencambuk Rasul, ia malah meminta Rasul membuka baju. “Kurang ajar sekali si Ukasyah ini. Apa maunya ini orang…” Tanpa bicara…. Tanpa kata… Rasulullah membuka bajunya. Semua yang hadir menahan napas… Banyak yang berteriak sambil menangis… Tak terkecuali…. Termasuk Ukasyah… Ada yang tertahan di dadanya. Ia segera maju melangkah, melepas cambuknya dan…
Kejadian selanjutnya tatkala ‘Ukasyah melihat putih tubuh Rasulullah dan tanda kenabian di punggungnya, ia segera mendekap tubuh Nabi sepuas-puasnya sambil berkata : “Tebusanmu adalah Rohku ya Rasulallah, siapakah yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan mengqishas engkau ya Rasul Allah ? Saya sengaja berbuat demikian hanyalah karena berharap agar supaya tubuhku dapat menyentuh tubuh engkau yang mulia, dan agar supaya Allah swt dengan kehormatan engkau dapat menjagaku dari sentuhan api neraka” Akhirnya berkatalah Nabi saw “Ketahuilah wahai para sahabat ! barang siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka melihatlah kepada pribadi laki-laki ini!”
Lantas bangkit berdirilah kaum Muslimin beramai-ramai mencium ‘Ukasyah di antara kedua matanya. Rasa curiga berubah cinta. Buruk sangka berubah bangga. Berkatalah mereka : “Berbahagialah engkau yang telah mencapai derajat yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah s.a.w di surga kelak!” Ya Allah! Demi kemuliaan dan kebesaran Engkau mudahkan jugalah bagi kami mendapatkan syafa’atnya Rasulullah s.a.w di kampung akhirat yang abadi ! Amien ! Allah SWT berfirman: “Yaa siin…Demi Al Quran yang penuh Hikmah… Sesungguhnya Engkau (Muhammad) sungguh sebagian dari para Rasul-rasul… Yang berada di JALAN yang LURUS” (QS. Yaasiin : 3-4) ”Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi, Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepadanya dan salam taslim kepadanya.” (QS Al Ahzab) “Allahumma shalli ‘alaa Nabiyinaa Muhammad wa’alaa aalihi wa shahbihi wa sallim”